Ketika ICMI Muda lahir pada tahun 2006, ia bukan sekadar forum tambahan dari induk cendekiawan muslim Indonesia. Ia adalah lonceng harapan yang berdentang di tengah gempuran zaman. Ia menandai hadirnya satu generasi baru yang sadar akan kompleksitas masa kini dan tantangan masa depan. Dan sejak saat itu, ICMI Muda tidak lagi bisa berjalan dalam bayang-bayang. Ia harus menjadi terang itu sendiri.
Dinamika zaman yang dihadapi oleh ICMI Muda hari ini sangat berbeda dari era kelahirannya. Jika dahulu kita bicara soal transisi reformasi, maka hari ini kita sedang menavigasi era disrupsi global. Teknologi merangsek masuk ke tiap pori kehidupan. Nilai-nilai tercerabut dari akarnya. Kecepatan mengalahkan kedalaman. Dan dalam situasi itulah ICMI Muda harus tampil: bukan sebagai pelengkap, melainkan sebagai pelopor.
Muda bukan soal umur. Ia adalah soal semangat. "Youth is not a time of life, it is a state of mind," kata pepatah lama. Maka spirit muda itu harus terus dihidupkan dalam bentuk inovasi dan empati. Inovasi agar tak tertinggal zaman, empati agar tak kehilangan arah kemanusiaan. Dua hal ini harus menjadi nadi ICMI Muda: tajam dalam berpikir, hangat dalam bersikap.
Dalam konteks itu, ada tiga hal mendasar yang harus menjadi fondasi gerak ICMI Muda: knowledge, skill, dan attitude. Pengetahuan sebagai dasar rasionalitas, keterampilan sebagai bukti kerja, dan sikap sebagai cermin akhlak. Ketiganya bukan sekadar atribut personal, tetapi menjadi basis sosial bagi hadirnya *moral force* yang dibutuhkan bangsa hari ini. Sebab bangsa ini tidak kekurangan orang pintar, tapi kerap kekurangan orang yang benar.
ICMI Muda, dengan segala potensinya, harus menjadi kekuatan moral itu. Menjadi mata air bening yang mengalirkan ide, menyegarkan ruang publik dengan narasi alternatif, dan menjernihkan makna kemajuan yang hari ini sering dikaburkan oleh glamorisme tanpa substansi. Inilah saatnya bagi ICMI Muda untuk menjadi rumah besar bagi cendekiawan muda muslim, tempat di mana ilmu, iman, dan tindakan sosial bertemu dalam satu kesatuan.
Ketua Majelis Istiqamah ICMI Muda, Bung Ikbal Prewangi, telah menegaskan komitmen itu. Ia tidak sekadar bicara organisasi, tetapi menyuarakan misi keumatan. Bahwa ICMI Muda bukan tempat untuk sekadar berkumpul, tapi untuk bergerak. Bukan hanya struktur, tapi juga kultur. Dan dari situlah lahir visi: membentuk masyarakat madani yang tak hanya maju secara intelektual, tapi juga dewasa secara moral.
Sebagai bagian dari Majelis Istiqamah ICMI Muda, saya menyambut penuh optimisme pelantikan ICMI Muda Sulawesi Selatan, yang insya Allah akan dipimpin oleh Dinda kami, Dr. Muhammad Tang. Sosok yang bukan hanya matang secara akademik, tapi juga memiliki sensitivitas sosial. Dalam kepemimpinannya nanti, kita berharap akan tumbuh ekosistem baru yang lebih merangkul, membimbing, dan memberdayakan.
Maka, membangun literasi menjadi agenda yang tak bisa ditunda. Literasi bukan semata soal membaca dan menulis. Ia adalah upaya memahami, mengkritisi, dan membentuk dunia. Ketika literasi menjadi ruh organisasi, maka ICMI Muda akan selalu relevan. Sebab dari literasilah lahir kecendekiawanan yang otentik: yang tidak hanya cerdas, tapi juga bijak.
Inilah semangat awal para deklator ICMI Muda: membentuk generasi pembelajar yang tidak sekadar adaptif, tetapi juga solutif. Yang tidak hanya aktif di ruang seminar, tapi juga di ruang sosial. Yang tidak hanya bicara visi, tapi juga berani mengeksekusi misi.
Di tengah arus zaman yang kian cepat dan keras, ICMI Muda adalah pelabuhan yang teduh dan juga perahu yang tangguh. Di sinilah kita temukan harapan. Di sinilah kita bentuk masa depan.
Wallahu a’lam.
~~~
Makassar. 18 Juli 2025

0 Komentar